Citrakan Masjid
Citrakan masjid dengan ketak-beraturan dan taqwa
Suara adzan dengan mikrofon serak itu, mengawali terik siang hari memenuhi kebutuhan spiritual para muslimin. Kaki-kaki terlihat mulai mengayuh menelusuri gang arteri jalan geger sunni II. Gang yang mempunyai lebar satu meter ini, menampilkan wajah kampung kota yang guyub sekaligus memberi jawaban keberadaan suara adzan. Sandal anak-anak terdengar berserakan mengadu dengan suara adzan, berlari liar kegirangan mencari ruang kesenangan. Alur gang yang dempet berirama, berpapasan dengan polos antar rumah, sehingga sesekali memperdengarkan jelas obrolan warga dengan logat pribumi yang kental.
Suara adzan makin diujung kalimat, dan makmum mulai berdatangan dengan disambut halaman masjid yang asri. Gemercik air wudlu terdengar riak berjatuhan menggugurkan dosa-dosa. Jejak basah menjadi saksi bisu para hamba yang taat kepada allah. Para makmum sudah berdiri tegak bersiap untuk sholat. Dan shalat-pun dimulai. Suara imam menggemakan takbir lewat gaungan akustik mihrab ke seluruh ruangan masjid. Makmum mengikuti dengan seksama sambil merasakan dempetnya shaf rasa persaudaraan sesama muslim.Suasana penuh hikmat menjadi akrab dengan ruangan masjid, tertunduk ratap penuh do’a.
“seharusnya Masjid al-kautsar ini sudah berlantai dua”, begitu kata pak N’dun berharap selaku pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) al-kautsar ketika berbicara kepada penulis setelah shalat dzuhur selesai. Pasalnya masjid al-kautsar ini sudah berdiri sejak tahun 1930, dengan kepemilikan tanah dari kakeknya pak N’dun. Ketika itu masjid al-kautsar hanya berupa gubug yang mempunyai luas sebesar enam meter persegi, dan disekeiling masjid ketika itu hanya berupa lahan pertanian. Mulai pada tahun 1983 sampai dengan 1997 masjid al-kautsar sudah banyak perombakan, terutama pada bagian material bangunannya. Tahun 1998 perluasan masjid sampai 49 m2 dengan bermaterialkan; Pondasi terbuat dari batu kali, dinding terbuat dari batu-bata, atap menggunakan atap limas dan berbahan genting, lantai dilapisi tegel berukuran 30 x 30, kemudian dialasi karpet. Terdapat pagar non-permanen di selasar yang terbuat dari triplek. Tidak terdapat ruang tambahan pada masjid ini, hanya terdapat ruang sholat, mihrab, dan tempat wudlu di halaman depan. Pembangunan masjid tidak menggunakan jasa arsitek, hanya inisiatip dari yang empunya dan hasil swadaya dari masyarakat.
Ketika ditanya, seberapa besar respon masyarakat terhadap pembangunan masjid al-kautsar, pak N’dun menjawab biasa saja sambil tertunduk lesu. Namun setelah itu kepalanya bangkit dan dengan bangganya menceritakan, bahwa sebenernya masjid al-kautsar ini merupakan masjid induk di daerah gerger kalong girang. “sebelum masjid da’arut tauhid dan at-taqwa muncul!”,”masjid al-kautsar sudah ada terlebih dahulu!” pak N’dun menjelaskan dengan sorot mata meyakinkan. “Namun sayang,kita dananya kurang untuk pembangunan masjid” lanjut pak N’dun dengan nada lesu.
Kegiatan yang diadakan masjid al-kautsar biasanya hanya kegiatan rutin kecil-kecilan. Maklum, Jam terbang masjid al-kautsar memang tidak sepadat masjid da’arut tauhid dan masjid at-taqwa. “Tapi, kalau tidak ada kegiatan rutin yang kecil, tidak akan ada orang yang sukses”, kata pak N’dun sambil menunjuk seseorang yang dulunya sangat rajin mengaji di masjid al-kautsar, dan sekarang sudah menjadi ketua RT di geger suni RT 07 RW 02. Pun para aktivis kampus sering turut serta memamurkan masjid al-kautsar ini, terkadang dari mereka kumpul duduk berkelompok sambil mendiskusikan sesuatu. Kesedehanaan masjid al-kautsar menjadi magnet tersendiri bagi pemuda aktifis kampus. Tidak jarang mesjid ini membludak sampai selasar dipenuhi para pemuda.
Pemuda dan masjid sangat berkaitan erat dengan kemajuan masjid. sebutlah Kang Taufik, pemuda asli geger sunni II. Beliau paling rajin mengajak pemuda lain untuk mengaji di masji al-kautsar. Usaha itu tidak sia-sia, paling tidak sudah ada tiga orang pemuda yang bersedia membantu kang taufik untuk mengajar anak-anak warga mengajar mengaji. Tentunya para pemuda juga dibina dengan bimbingan ustad jebolan daarut tauhid. Secara pembangunan, masjid ini memang terasa kurang “memasyarakat” dan lamban. Namun pada tahap kekonsistenan dakwah, masjid ini mempunyai nilai historis yang mengagumkan. Bayangkan di zaman trend modernisasi yang mengglobal, masjid al-kautsar dapat menjadi tempat mempertahankan adat istiadat kedaerahan. Seperti masih ada dari mereka yang berjalan menunduk sambil mengucapkan pumten, mengucapkan salam terlebih dahulu kepada orang yang belum dikenal, mencium tangan kepada orang yang lebih tua. Atau hanya sekedar bertanya gimana kabarnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keberadaan masjid menjadi pusat berkembangnya nilai-nilai luhur manusia.
perjanjian, yakni, memberikan kebebasan mutlak dalam hal agama dan harta, dan tidak mengarah keadaan politik penyingkiran dan permusuhan.
Begitulah Nabi SAW menjadikan kawasan yang non-muslim sebagai daerah operasional, dengan membawa misi Islam sebagai Agama yang damai. Ketika itu Nabi mempraktikkan kehidupan yang plural (bukan pluralisme dalam artian yang sekarang merebak-pen), namun tetap membawa syariat Islam sebagai peradaban ahli surga. Ke-operasionalan Nabi Muhammad dalam membawa Misi peradaban umat islam yang aman, dan damai. Sepatutnya menjadi buah pelajaran bagi setiap kalangan umat muslim.
Komentar
Posting Komentar